Thursday, July 11, 2013

On 8:43 AM by ujikun in ,    No comments


Pak Abu, begitulah namanya, seorang tetangga yang tinggal sekitar 100 meter dari rumah Bu Sugini. Halaman rumahnya teramat luas dengan gundukan padi ditutup terpal, yang ketika terik mentari datang, siap untuk dihamparkan. Beliau adalah pimpinan dari kelompok jaran kepang atau yang biasa disebut juga jathilan.
Kami berkunjung ke rumah beliau yang sederhana, tanpa semen yang menutupi tumpukan batu bata di temboknya. Rasa penasaran kami yang membuncah tentang jaran kepang memaksa kami untuk melangkahkan kaki ke sana. Istri Pak Abu menyalami kami dengan senyum hangatnya, begitu pula Pak Abu dan seorang rekan beliau, yang kami lupa namanya. Tanpa basa-basi kami bersegera menanyakan perihal kesenian jaran kepang yang beliau geluti. Beliau bercerita bahwa kru setianya adalah warga lokal dengan diwarnai oleh pemain naturalisasi, bahkan ibu carik dari desa tetangga menjadi sinden (penyanyi) langganan tim super beliau.
            Peralatannya cukup lengkap mulai dari kostum, alat musik, dan properti, bahkan Pak Abu sendiri yang menganyam jaran kepang dan membuat satu set angklung dari bambu. Memang beliau orang yang memiliki keahlian tinggi soal anyam-menganyam, karena pada malam sebelumnya di rapat RT kami tahu beliau adalah yang menganyam gedhek (anyaman bambu yang dipakai untuk sekat) inventaris RT.
Salah satu perlengkapan kesenian jaran kepang
            Cerita beliau berlanjut pada sejarah tentang kebudayaan yang ada di tanah Jawa. Wayang yang disebut juga purwa, yang berarti “awal” dalam Bahasa Jawa kuno, merupakan kisah tentang babad (kisah) awal dan permulaan. Kethoprak sebagai penggambaran kisah babad kerajaan-kerajaan di Jawa. Sedangkan jathilan sendiri, berasal dari seorang tokoh yang bernama Jenggalamanik yang pulang berperang di tanah Tuban, beliau bertemu dengan dua orang yang tengah menjaga kuda. Kedua pria ini mencari tuan, “ndoro”, untuk diikuti, dan sebagai jawaban atas pencarian mereka, Jenggalamanik menawarkan untuk menjadi ndoro mereka, dan sebagai wujud syukur atas kemenangan, mereka berdua diminta melakukan permainan menggunakan jaran kepang dan akhirnya berkembang hingga kini. Kebudayaan ini pun semakin dikembangkan oleh Sunan Kalijaga yang mendakwahkan agama Islam dengan kebudayaan, masyarakat diminta berkumpul untuk menyaksikan kesenian dengan alat musik gamelan lengkap yang masing-masingnya disimbolkan dengan makanan dalam slametan. Sehingga seorang pemain gamelan yang telah menguasai semua alat gamelan disebut juga telah menjalani semua upacara slametan. Dan begitulah kesenian jaran kepang bertahan hingga sekarang.
Pak Abu yang tengah unujuk kebolehan memainkan angklung
            Tak lupa Pak Abu unjuk kebolehan di hadapan kami dengan menyanyikan tembang jawa yang membuat bulu kuduk merinding. Angklung buatannya pun dimainkan, dan kami baru tahu bahwa suara nyaringnya terdengar sampai rumah Bu Sugini. Beliau juga menunjukkan beberapa poster di rumah beliau berisi kalimat-kalimat mutiara yang kata beliau, mirip dengan iklan salahsatu operator selular, "susah dijalanin". 

Beberapa poster yang menghiasi rumah Pak Abu
Sungguh percakapan ini sangat tak terlupakan dan akan menjadi tak terhentikan jika saja kami terlampau menikmati obrolan dan tak bisa memutus kisah beliau yang panjangnya setara kuliah 4 sks. Dan kami menunggu penampilan beliau di bulan Syawwal mendatang bersama tim supernya.

0 comments:

Post a Comment